Pajak Kripto

Pajak Kripto Capai Rp1,8 Triliun Sejak Tahun 2022 hingga Saat Ini

Pajak Kripto Capai Rp1,8 Triliun Sejak Tahun 2022 hingga Saat Ini
Pajak Kripto Capai Rp1,8 Triliun Sejak Tahun 2022 hingga Saat Ini

JAKARTA - Sejak diterapkan pada 2022, pajak kripto telah menunjukkan pertumbuhan signifikan. 

Total penerimaan tercatat mencapai Rp1,81 triliun hingga November 2025. Angka ini menandai kontribusi penting sektor kripto terhadap penerimaan pajak digital nasional.

Porsi pajak kripto sekitar 4,06% dari total penerimaan pajak digital. Sejak 2020, sektor pajak digital berhasil menghimpun Rp44,55 triliun. Hal ini menunjukkan potensi aset kripto sebagai sumber pendapatan negara yang terus meningkat.

Penerimaan pajak kripto berasal dari transaksi perdagangan aset digital. Pajak ini mencakup Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan final. Pemerintah melalui regulasi memastikan semua transaksi tercatat dan dikenakan pajak sesuai ketentuan.

Sejarah Pengenaan Pajak Kripto

Pajak kripto mulai diberlakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022. Aturan ini menjadi tonggak awal pengenaan pajak atas transaksi aset digital. Penerapan ini memberi kepastian hukum bagi pelaku pasar kripto.

Pada tahun pertama penerapan 2022, penerimaan pajak kripto mencapai Rp246,4 miliar. Tahun berikutnya, 2023, sempat turun menjadi Rp220,8 miliar. Penurunan ini bersifat sementara sebelum terjadi peningkatan di tahun-tahun selanjutnya.

Pada 2024, penerimaan kembali naik signifikan menjadi Rp620,4 miliar. Angka ini menunjukkan adopsi kripto yang semakin luas di masyarakat. Penerimaan terus bertambah pada 2025 hingga mencapai Rp719,6 miliar.

Rincian Sumber Penerimaan

Pajak kripto terdiri dari dua sumber utama. Pertama, penerimaan PPh 22 sebesar Rp730,41 miliar. Tarif yang dikenakan adalah 0,21% dari nilai transaksi yang dilakukan melalui penyelenggara perdagangan domestik.

Kedua, penerimaan berasal dari Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri. Jumlahnya mencapai Rp819,94 miliar. Gabungan kedua sumber ini membentuk total penerimaan pajak kripto yang mencapai Rp1,81 triliun.

Selain itu, pemerintah mengatur tarif berbeda bagi transaksi luar negeri. Pajak PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 1% jika transaksi dilakukan melalui penyelenggara perdagangan luar negeri. Hal ini menjaga kesetaraan dan keadilan pajak bagi semua pelaku pasar.

Efektivitas Pajak Kripto

Penerapan pajak kripto terbukti efektif menambah penerimaan negara. Sejak pengenaan awal, pajak sektor ini meningkat antara Rp500-600 miliar per tahun. Tren ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Pajak kripto juga mendorong transparansi transaksi aset digital. Semua transaksi tercatat melalui penyelenggara perdagangan berbasis elektronik. Dengan demikian, pemerintah mampu memantau pergerakan pasar dan menghindari praktik penghindaran pajak.

Selain itu, penerimaan pajak kripto mendukung pengembangan sektor keuangan digital. Pendapatan ini dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah dalam memperkuat ekosistem ekonomi digital.

Regulasi dan Landasan Hukum

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 menjadi dasar pengenaan PPh final 0,21%. Tarif ini berlaku per 1 Agustus 2025 untuk transaksi melalui penyelenggara domestik. Sedangkan transaksi melalui penyelenggara luar negeri dikenakan tarif 1%.

Latar belakang regulasi ini adalah perubahan status aset kripto menjadi aset keuangan digital. Perubahan ini sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Status baru ini menjadikan kripto diakui secara hukum dan formal sebagai objek pajak.

Dengan regulasi yang jelas, pelaku pasar memiliki kepastian hukum dalam melakukan transaksi. Pemerintah juga mendapat kepastian dalam mengelola penerimaan pajak digital. Langkah ini memperkuat integritas pasar kripto di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index